Thursday, May 10, 2012

Tradisi Sejarah pada Masyarakat Sebelum Mengenal Tulisan

A. Pewarisan Pengalaman pada Masyarakal Sebelum Mengenal Tulisan Kamu telah mengetahui, bahwa sejarah adalah segala aktivitas manusia di masa lampau, yang mempunyai dampak sosial. Objek penelitian sejarah adalah peristiwa-peristiwa yang pernah dialami oleh manusia. Itulah pengalaman, agar lebih konkret, kita ambil salah satu contoh pengalaman pengetahuan bercocok tanam. Kemampuan ini merupakan revolusi dalam kehidupan manusia. Semula, manusia bersifat nomaden yaitu kebudayaan berpindah tempat karena mengejar hewan buruan. Dengan mengenal sistem bercocok tanam, mereka kini menetap membentuk desa dan masyarakat. Lalu, bagaimana pengetahuan bercocok tanam itu dibudayakan? Simaklah ilustrasi berikut ini. Suatu hari, manusia pa,da zaman dahulu menyimpan biji-bijian di dalam gua dan meninggalkannya selama be-berapa hari. Karena keadaan gua yang lembap, biji-biji itu berkecambah, dan akhirnya berubah menjadi tanaman. Ketika si pemilik kembali ke gua, ia terkejut melihat biji-bijinya berubah menjadi tanaman. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa biji-bijian itu dapat ditanam dan dibudidayakan. Pengetahuan ini ia praktikkan dan ternyata memberi keuntungan. Pengalaman ini ia sampai-kan kepada kerabatnya sehingga penge¬tahuan ini menyebar melampaui batas geografi. Nah, sekarang kamu telah menge-tahui bagaimana proses transfer penge¬tahuan dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan, bukan? Proses itu terjadi secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Karena mereka belum mengenal tulisan, maka proses itu tidak dapat terdokumentasikan. Tidak ada satu pun bukti tertulis yang bisa kita jadikan sumber untuk bisa merekonstruksi, bagaimana cara masyarakat itu bisa mewariskan pengalaman (pengetahuan) masa lalunya. Salah satu cara yang bisa membantu adalah dengan mengamati peninggalan arkeologinya. Tetapi ini akan kamu pelajari bila kamu kuliah di jurusan arkeologi. Nah, sebagai gantinya kita bisa melakukan metode sejarah lisan. Bukankah di sekitar kita masih ada masyarakat yang belum mengenal baca tulis, tetapi mereka mempunyai beragam pengetahuan yang bisa mereka wariskan kepada anak turunnya? B. Tradisi pada Masyarakal Sebelum Mengenal Tulisan Tradi.si pada masyarakal sebelum mengenal lulisan berbentuk tradisi lisan, yaitu kesaksian masa lampau yang dengan sengaja diwariskan dari mulut ke mulut. Tradisi itu disampaikan melalui cerita-cerita yang disampaikan oleh orang yang dianggap tua kepada mereka yang lebih muda. Ini adalah salah satu model pendidikan pada masa itu. Tradisi itu diceritakan pada saat tertentu, misalnya pada saat pesta bulan purnama di mana seluruh warga berkumpul. Secara lebih formal, tradisi itu disampaikan pada sebuah ritual seperti kelahiran anak, inisiasi calon tetua, pemberian sesaji, dan lain-lain. Lalu, apa saja bentuk tradisi pada masyarakat sebelum mengenal tulisan itu? Secara prinsip, tradisi lisan itu bisa dikelompokkan menjadi dua bagian. Yaitu tradisi yang didasarkan atas kenyataan, faktual sehingga disebut tradisi sejarah, dan tradisi yang berbentuk tradisi kesusastraan. Berikut akan kita analisis satu per satu. 1). Tradisi Sejarah Tradisi sejarah terbentuk karena adanya peristiwa sejarah. Kamu tentu telah mengetahui apa arti sejarah. Tetapi, mungkinkah masyarakat yang belum mengenal tulisan itu bisa mengalami peristiwa sejarah? Mengapa tidak? Coba kamu analisis sekali lagi, ilustrasi tentang munculnya pengetahuan bercocok tanam, lalu temukan apa peristiwa sejarahnya. Ya, peristiwa sejarahnya adalah saat mereka menemukan biji-bijian yang mereka simpan berubah menjadi tanaman. Keterkejutan mereka setelah melihat fenomena itu melahirkan getaran jiwa yang dalam antropologi disebut religius emotion atau emosi keagamaan. Mereka mulai menyadari adanya "kekuatan lain" yang memengaruhi kehidupan mereka. Inilah yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas religi, yaitu aktivitas-aktivitas yang didorong oleh adanya kepercayaan terhadap kekuatan adikodrati di atas manusia. Implikasinya adalah, segala sesuatu (benda, tempat, tindakan, dan lain-lain) dianggap memiliki sacred value atau nilai keramat. Keseluruhan aktivitas manusia di atas itulah yang melahirkan upacara. Di dalam sebuah upacara biasanya terdiri banyak unsur. Unsur itu antara lain bersaji, berkorban, berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari, menyanyi, berprosesi atau pawai, memainkan drama suci, berpuasa, mengaburkan pikiran seperti mabuk, bertapa, dan bersemadi. Antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak ada persamaan di dalam unsur-unsur upacaranya. Masing-masing memiliki rangkaian upacara dan ciri khas sendiri-sendiri. Nah, di dalam upacara keagamaan itu terkandung beberapa aspek. Pertama, di mana upacara keagamaan itu dilakukan (tempat), kedua, kapan berlangsungnya upacara (waktu), ketiga, apa saja yang diperlukan saat upacara (benda/alat), dan keempat, siapa saja yang terlibat dalam upacara (tokoh/umat). Agar lebih konkret, mart kita amati bagaimana tradisi sejarah dilaksanakan oleh penduduk Siberut di Kepulauan Mentawai. 2). Tradisi Kesusastraan Sesuai dengan namanya, tradisi ini memang dekat dengan bidang kesusastraan meliputi peribahasa-peribahasa, ungkapan-ungkapan, nyanyian-nyanyian, dan lirik. Tradisi-tradisi ini biasanya terangkai dalambentuk doa-doa suci, yang biasa digunakan pada pelaksanaan upacara- upacara keagamaan yang diadakan untuk kepentingan adat. Di antara daerah-daerah di Indonesia yang kaya dengan tradisi tersebut adalah Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara. Bagi orang Kayan di Kalimantan, pertunjukan lagu merupakan upacara keagamaan dan karya sent. Semehtara itu, bagi suku Dou Danga di Pulau Rote, dikenal bini yaitu gumaman upacara yang mencakup gubahan asal usul padi, perputaran matahari dan bulan serta kematian. Di masyarakat Sunda dikenal adanya puisi rakyat yang mempunyai fungsi sebagai sindiran, sehingga disebut sesindiran. Mereka membagi sesindiran menjadi dua bagian yaitu paparikan dan wawangsalan. Di dalam masyarakat Biak di Teluk Cenderawasih terdapat tradisi lisan yang disebut WOT. Tradisi wor antara lain berfungsi sebagai tanda kemenangan dalam sebuah pertempuran, per-jalanan niaga, perkawinan, dan peralihan dalam kehidupan seorang anak. Pertunjukan wor biasanya dilakukan dalam se¬buah pesta, di mana gerakan, tarian, nyanyian, dan musik dipadukan dengan irama tifa (tambur). Menurut orang Biak tradisi wor dibagi menjadi tiga kelompok. a) Berdasarkan lagu meliputi kakaren (lagu pembuka), beyuser (lagu cerita), dow manun (lagu perang), dan yerisan / sandia / dow arbur (lagu tarian). b) Berdasar irama meliputi kadwor (pucuk) dan fuar (akar). Suara tunggal mengantarkan lagu baru, suara kedua menjawabnya dan penyanyi lain mengikuti membentuk sisi berlawanan. Satu kelompok menyanyikan kadwor, kelompok yang lain menyanyikan fuar dengan diiringi tifa. Lagu dinyanyikan tanpa ada pemimpin dan setiap penyanyi membuat variasi nada, sehingga bersifat heterofoni (campuran titi nada). Antara kelompok kadwor dan fuar sating bersahutan dan menarik perhatian. c) Berdasar fungsinya tradisi ini berguna untuk mempererat ikatan kemasyarakatan. Lagu-lagu dinyanyikan pada suatu pesta sebagai hadiah bagi tuan rumah, yang dibalas dengan beraneka sajian. Itulah beberapa contoh tradisi kesusastraan dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan di Indonesia. Tradisi-tradisi itu sebagian telah hilang dan sebagian telah bisa terdokumentasikan. Dengan menganalisis tradisi-tradisi pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, kita bisa menemukan beragam pengetahuan yang hidup dan berkembang pada masa itu. Pengetahuan itu meliputi beragam keahlian, pendidikan, lingkungan, dan tain-lain, yang bisa dijadikan warisan pengetahuan bagi generasi selanjutnya c. Jejak Sejarah di dalam Folklor Kamu lelah mcngetahui bahwa salah satu fungsi dari sejarah adalah untuk merekonstruksi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Rekonstruksi itu bisa terpenuhi apabila syarat-syarat penelitian sejarah telah tersedia dan dijalankan sesuai kaidah keilmuan sejarah. Permasalahan baru muncul ketika kita akan merekonstruksi peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, yang berarti bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka alami belum terdokumentasikan. Lalu, bahan-bahan sejarah apa yang bisa kita jadikan pijakan penelitian dan rekonstruksi masa lalu masyarakat yang belum mengenal tulisan? Ada dua cara yang bisa membantu kita dalam merekonstruksi masa lalu dari masyarakat yang belum menge-nal tulisan. Pertama, secara arkeologis. Dalam hal ini, kita menganalisis benda-benda peninggalan masyarakat pada masa itu. Misalnya, tempat-tempat pemujaan, patung, perkakas rumah tangga, peralatan upacara, dan peralatan kehidupan lainnya. Penelitian mengenai hal ini, lebih lanjut akan kamu temui bila kamu belajar pada jurusan Arkeologi di bangku perguruan tinggi. Kediia, secara antropologis. Di sini kita bisa merekonstruksi kehidupan masyarakat pada masa sebelum mengenal tulisan dengan cara menganalisis adat istiadat dan kepercayaannya. Ilmu Antropologi bisa membantu ilmu Sejarah dalam mengungkap masa lalu kehidupan suatu masyarakat. Dengan cara inilah, kita berusaha menemukan jejak sejarah dalam berbagai adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun namun tidak dibukukan, atau yang biasa disebut dengan folklor. Dalam istilah antropologi, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu bangsa yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklor itu berkembang sesuai dengan tingkat religi masyarakat. Hal ini, karena kerjanya folklor tidak terlepas dari hasil pemikiran dari manusia. Oleh karena itu, dengan menganalisis folklor kita bisa meraba bagaimana perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Di antara ciri-ciri folklor, yaitu: folklor diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut); tersebar di wilayah (daerah) tertentu; folklor terdiri atas banyak versi; tidak diketahui penciptanya; serta mengandung pesan moral. Profesor Dr. James Dananjaya pakar foklor (lahir di Jakarta 13 April 1934) menggolongkan folklor menjadi tiga, yaitu: 1. Folklor Lisan Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan. Contohnya: bahasa rakyat (logat, julukan), ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun, syair), cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng), dan nyanyian rakyat (disebut juga dengan lagu-lagu dari berbagai daerah). 2. Folklor Sebagian Lisan Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan iisan. Contoh folklor sebagian lisan antara lain kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat. 3. Foklor bukan lisan Foklor bukan lisan adalah foklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Contoh foklor ini adalah arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian, musik rakyat, masakan dan minuman rakyat, serta obat-obat tradisional. Sedangkan menurut Pudentia MPSS (Ketua Asosiasi Tradisi Lisan, ATL), folklor itu dibagi menjadi duajenis yaitu folklor tulisan (keberaksaraan) dan lisan. Yang termasuk folklor tulisan antara lain arsitektur rakyat, kerajinan tangan, tenun tradisional, dan musik tradisional. Sedangkan folklor lisan meliputi cerita rakyat, legenda, mite, dongeng, hukum tidak tertulis, dan pengobatan. Agar lebih fokus, maka pembelajaran ini akan kita mulai dengan menganalisis berbagai folklor yang hidup dalam kehidupan suku bangsa-suku bangsa di Indonesia. Bahan-bahan yang kita gunakan adalah dongeng-dongeng suci (mitologi). Biasanya berkisah tentang penciptaan alam dan manusia oleh dewa-dewa dalam religi asli. Selain itn, kita jnga akan mencoba menemukan jejak sejarah di dalam legenda, npacara, dan lagu yang ada di berbagai daerah. Folklor biasanya penuh dengan keajaiban atau kemnstahilan bagi masyarakat sekarang, yang jauh dari fakta sejarah. Namnn, dengan menginterpretasi dan menerjemahkan serta mencari artinya, kita bisa menemukan data-data yang bisa menuntun kita untuk menemukan fakta sejarah yang ada di balik folklor. Sesuai dengan sifatnya, folklor tersebut memang bisa hidup secara lisan dari generasi ke genrirasi. Dari sinilah, kita bisa merekam cerita rakyat yang bisa digunakan untuk penelitian sejarah lisan. Secara umum, folklore mengandung unsur-unsur mite, legenda, upacara, dan lagu. Berikut ini penjelasan masing-masing secara lebih detail. 1) Mitos Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga), mitos adalah cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci dan banyak mengandung hal-hal yang ajaib, serta umumnya ditokohi oleh dewa. Sedangkan mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, serta bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Apa yang bisa kamu petik dari kedua pengertian di atas? Mite dan mitos bukanlah sejarah, tetapi di dalam keduanya terkandung unsur-unsur sejarah. Untuk menemukan unsur-unsur sejarah itu diperlukan pemahaman yang mendalam tentang masyarakat di mana mite itu hidup, penelitian tentang isi cerita, dan kemampuan menghubungkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya. Dari situlah, kita baru bisa menemukan jejak sejarah. Mite yang hidup di Indonesia biasanya bercerita tentang proses terciptanya alam semesta (kosmogony), asal usul dan silsilah para dewa (theogony), penciptaan manusia pertama dan pembawa kebudayaan, .asal usul makanan pokok (padi), dan sebagainya. Berikut salah satu mite yang hidup di Jawa. Konon, pada masa dahulu kala Pulau Jawa belum berpenghuni sehingga mudah terombang-anibing terkena ombak laut. Hanya Bathara Guru dan Bathari Parameswari yang berani menempatinya. Maka agar Pulau Jawa menjadi tenang, Bathara Guru memanggil para dewa untuk datang ke Jambudwipa. Intinya mereka diperintah untuk inemindahkan Gunung^ Mahameru ke Pulau Jawa untuk dijadikan pasak. Para dewa pun bergotong royong mengangkat gunung tersebut. Bathara Wisnu berubah menjadi tali untuk mengikat dan Bathara Brahma menjadi kura-kura untuk kendaraan-nya. Separuh gunung ditinggal dan puncaknya bisa sampai dijawa. Selama perjalanan, ada bagian-bagian gunung yang jatuh dan membentuk Gunung Wilis, Gunung Kelud, serta Gunung Kawi. Puncaknya menjadi Gunung Semeru dan menjadi_pusat dunia seperti Gunung Mahameru di Jambudwipa. 2) Legenda Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Legenda itu sering disebut dengan folk history atau sejarah kolektif. Artinya, sejarah yang tidak tertulis dan berada di dalam benak banyak orang, serta dipercaya kebenarannya. Karena berbentuk pengetahuan lisan, maka legenda mudah sekali mengalami pergeseran dan perubahan dari cerita aslinya. Apabila legenda hendak dijadikan sumber sejarah, pertama-tama yang harus dikerjakan adalah menghilangkan sifat-sifat folklornya. Apalagi legenda mempunyai sifat migratoris, yaitu bisa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga semakin luas cakupannya. Berikut ini, kita mencoba menganalisis salah satu contoh legenda keagamaan yang hidup di Jawa, yaitn legenda Sunan Pandanaran. Dikisahkan, ia diislamkan oleh Sunan Kalijaga. Setelah melepas semua kedudukan dan harta bendanya, ia pergi bersama istrinya ke arah selatan untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Di perjalanan, mereka dihadang oleh dua orang perampok yang ingin merampas perhiasan yang disimpan oleh istri sunan. Akibat teguran sunan, kepala kedua perampok itu berubah menjadi kepala kambing dan kepala ular. Mereka dikenal sebagai Syeh Domba dan memutuskan untuk mengikuti perjalanan sunan. Sesampai di Bayat mereka menetap dan mengembangkan agama Islam dengan keajaiban-keajaiban. Di kawasan ini kemudian didirikan masjid. Sunan Pandanaran pun dikenal sebagai Sunan Tembayat. 3). Upacara Proses terbentuknya sistem upacara keagamaan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, berawal dari muncninya emosi keagamaan, sehingga memengaruhi mannsia nntnk melakukan akti vitas-aktivitas ritual. Dengan memiliki emosi keagamaan itu, segala sesuatu yang biasanya tidak berarti berubah memiliki nilai keramat. Praktik seperti itu bahkan masih berlangsung hingga kini dalam kemasan yang beraneka ragam. Di Jawa dikenal tradisi upacara sekaten. Istilah ini berasal dari kata syahadatain, yaitu sumpah pengakuan percaya pada aga¬ma Islam. Di dalam tradisi ini raja mengeluarkan persembahan berupa gunungan nasi yang sangat besar berjumlah lima. Dua di antaranya disebut gunungan lanang berupa nasi berbentuk gunung sesuai lambang "laki-laki" dihiasi penganan, te-lur asin, cabai merah, dan kacang panjang, serta gunungan wadon berupa gunung¬an nasi berbentuk payung sesuai lambang "perempuan". Gunungan-gunungan nasi itu diarak untuk diperebutkan oleh rakyat. Ada tiga hal yang bisa kita catat dari pelaksanaan upacara sekaten.. Perfama, proses islamisasi yang dilakukan saat itu berusaha menjaga kontinuitas budaya yang hidup di masyarakat. Bahkan, adat istiadat yang telah ada sejak masa sebelum mengenal tulisan terns dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan tuntutan zaman. Kedua, islamisasi itu dilakukan secara simbolis. Setiap orang yang mendatangi upacara sekaten dianggap telah masuk Islam. Ketiga, tradisi sekaten yang dimulai oleh Raden Patah di Demak pada abad XVI itu menegaskan fungsi keraton sebagai tempat penyebaran agama Islam. Itulah fakta sejarah yang ada di balik upacara sekaten. 4). Lagu Di berbagai daerah muncul berbagai jenis nyanyian rakyat, yaitu suatu bentuk folklor yang terdiri atas kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta mempunyai " banyak varian. Kata-kata dan lagu dalam nyanyian rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Beragam teks yang beredar tanpa adanya lagu akan menghilangkan makna yang ada di dalamnya. Peredaran nyanyian rakyat itu sangat luas jangkauannya dan bisa bertahan dari generasi ke generasi. Tradisi ini bisa dinikmati oleh masyarakat, cukup dengan mendengar beberapa kali saja. Nyanyian rakyat bisa beredar secara lisan dari mulut ke mulut dan merupakan bagian dari tradisi lisan. Nyanyian rakyat dapat berfungsi sebagai berikut. Pertama, kreatif, yaitu untuk menghilangkan kebosanan hidup sehari-hari, untuk menghibur diri, dan untuk mengiringi permainan anak-anak. Kedua, sebagai pembangkit semangat, yaitu nyanyian untuk bekerja. Ketiga, sebagai protes sosial, yaitu proses mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau negara, bahkan dunia. Keempat, untuk memelihara sejarah setempat dan klan. Nah, secara singk.at kamu telah bisa memotret kehidupan suatu masyarakat yang belum mengenal tulisan. Orang sering mengatakan bahwa tanpa budaya baca tulis, seseorang akan menjadi terbelakang dan tidak berpengetahuan. Namun, kamu telah membuktikan bahwa dari tradisi yang mereka jalani, mereka sungguh memiliki beragam pengetahuan. Bahkan, pengetahuan-pengetahuan itu bisa mereka wariskan kepada anak cucunya, dari generasi ke generasi. Melalui serangkaian penelitian sejarah, kamu bisa menemukan mutiara kehidupan dari masa yang silam. Sungguh penting belajar dari sejarah.

No comments:

Post a Comment